Program-program TIK dalam pendidikan telah diterapkan oleh
sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia.
Dari keempat komponen penerapan TIK dalam pendidikan, sebagian besar
provinsi dan kabupaten masih terfokus pada distribusi piranti keras dan konektivitas
serta pelatihan untuk literasi bagi pendidik. Adapun komponen lain seperti pengembangan
sumber belajar digital, pengembangan profesi guru untuk pembelajaran, serta
pemanfaatannya untuk pembelajaran di kelas, belum dilaksanakan secara terintegrasi
dan sistematis maupun menjadi prioritas utama.
Infrastruktur dan Konektivitas
Program konektivitas Jardiknas yang dikelola oleh Pustekkom memberikan layanan untuk kantor dinas pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi. Di tahun 2011, Jardiknas telah menyambungkan 32,678 titik di seluruh Indonesia. Ditjen Dikti juga memiliki program INHEREN dan GDLN yang mencakup lebih dari 300 perguruan tinggi sebagai media pertukaran pengetahuan dalam komunitas pendidikan tinggi nasional maupun internasional. Para pihak penyedia layanan telekomunikasi swasta juga memainkan peran signifikan dalam penyebarluasan pemanfaatan Internet di sekolah dan universitas melalui program-program Corporate Social Responsibilities (CSR). Saat ini individu sekolah dapat membeli konektivitas Internet dengan dana BOS untuk meningkatkan akses ke sumber-sumber belajar online. Saat ini 2011, ranking NRI (Networked Readiness Index) untuk akses Internet sekolah telah naik dari peringkat 59 menjadi 50 (ASEAN, 2011). Hal ini juga didukung oleh wilayah cakupan layanan telekomunikasi yang sudah dapat menjangkau 95% sekolah di Indonesia (World Bank, 2012).
· keterbatasan sumber belajar digital yang sesuai dengan kebutuhan
· keterbatasan akses atau keterbatasan bandwidth Internet karena alasan keterpencilan.
Source :
Pustekkom sebagai pengelola utama TIK dalam pendidikan di
tingkat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, meluncurkan program-programnya
dalam pengadaan konektivitas dan e-pembelajaran (Pustekkom, 2011). Di samping itu, pihak swasta dan proyek-proyek
yang didanai oleh lembaga-lembaga donor juga berperan aktif dalam pengenalan, pemanfaatan
dan perluasan TIK dalam pendidikan ke sekolah-sekolah dengan pendekatan yang
beragam. Dari program-program TIK yang ada
tersebut, Pustekkom, Dinas pendidikan provinsi dan kabupaten kota masih fokus
pada SD sampai SMA sebagai target penerima. Sedangkan program TIK universitas
dikelola sebagai mata rantai yang terpisah oleh Ditjen Dikti, Kemendikbud,
serta oleh perguruan-perguruan tinggi secara mandiri untuk program-program
e-learning dan pendidikan jarak jauh.
Pengadaan infrastruktur TIK telah diprogramkan oleh para
pengambil keputusan dan pengelola pendidikan di tingkat pusat, daerah, sampai
dengan sekolah. Pustekkom mendorong distribusi perangkat seperti televisi untuk
pemanfaatan sumber-sumber belajar digital yang disiarkan. Program Pusat Sumber
Belajar TIK (PSB-TIK) yang dirintis oleh Direktorat PSMA dan program ICT Center
oleh Direktorat PSMK, Kemdikbud, saat ini telah diadopsi oleh
dinas-dinas pendidikan untuk membangun PSB TIK di sekolah-sekolah inti berdasarkan prinsip pemanfaatan bersama. Program-program nasional lain dalam bentuk lain seperti block-grant TIK ke sekolah-sekolah juga diadopsi secara meluas oleh pemerintah daerah.
dinas-dinas pendidikan untuk membangun PSB TIK di sekolah-sekolah inti berdasarkan prinsip pemanfaatan bersama. Program-program nasional lain dalam bentuk lain seperti block-grant TIK ke sekolah-sekolah juga diadopsi secara meluas oleh pemerintah daerah.
Pembagian piranti keras ini dilakukan dalam usaha untuk
penerapan kurikulum untuk literasi TIK atau didorong oleh rencana penerapan
program-program yang lebih khusus seperti e-pembelajaran dalam tahun anggaran tertentu.
Distribusi infrastruktur dan konektivitas juga dilakukan oleh proyek-proyek
yang diinisiasi oleh lembaga donor seperti USAID (DBE), AUSAID (AIBEP), dan
JICA (Proyek Pemanfaatan TIK) di provinsi-provinsi tertentu di Indonesia
sebagai langkah awal penerapan program pemanfaatan TIK di sekolah-sekolah
maupun dinas-dinas pendidikan. Dengan pendekatan yang sedikit berbeda, didukung
oleh pihak swasta, LPMP di provinsi Riau, Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung,
telah membuat terobosan baru dengan mengadakan program ‘Mobile ICT Laboratory’ yang
membawa peralatan TIK dengan mobil ke MGMP dan KKG yang membutuhkan.
Program konektivitas Jardiknas yang dikelola oleh Pustekkom memberikan layanan untuk kantor dinas pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi. Di tahun 2011, Jardiknas telah menyambungkan 32,678 titik di seluruh Indonesia. Ditjen Dikti juga memiliki program INHEREN dan GDLN yang mencakup lebih dari 300 perguruan tinggi sebagai media pertukaran pengetahuan dalam komunitas pendidikan tinggi nasional maupun internasional. Para pihak penyedia layanan telekomunikasi swasta juga memainkan peran signifikan dalam penyebarluasan pemanfaatan Internet di sekolah dan universitas melalui program-program Corporate Social Responsibilities (CSR). Saat ini individu sekolah dapat membeli konektivitas Internet dengan dana BOS untuk meningkatkan akses ke sumber-sumber belajar online. Saat ini 2011, ranking NRI (Networked Readiness Index) untuk akses Internet sekolah telah naik dari peringkat 59 menjadi 50 (ASEAN, 2011). Hal ini juga didukung oleh wilayah cakupan layanan telekomunikasi yang sudah dapat menjangkau 95% sekolah di Indonesia (World Bank, 2012).
Sumber-sumber Belajar
Digital
Pustekkom telah memimpin dalam produksi dan penyebaran
sumber belajar digital dalam bentuk multimedia, audio, dan audiovisual. Saat
ini sumber belajar digital yang diproduksi Pustekkom mencapai lebih dari 9000 Judul
dalam bentuk video/program televise dan audio. Selain itu koleksi Buku Sekolah
Elektronik menjadikan Indonesia sebagai Negara pertama yang secara meluas
menggunakan OER dalam skala ini. Portal
Rumah Belajar yang sedang dikembangkan mengakomodasi seluruh sumber belajar
digital yang telah diproduksi oleh Kemdikbud maupun para kontributor dari
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di tingkat TK, SD, SMP dan SMA.
Mendukung usaha perluasan pemanfaatan sumber belajar digital yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran, proyek-proyek pendidikan seperti DBE USAID
menerapkan program IAI dengan seri sumber belajar dalam CD dan Jalan Sesama
(USAID) memproduksi program-program yang disiarkan di beberapa stasiun TV
nasional untuk pendidikan anak usia dini.
Di tingkat provinsi, produksi dan penyusunan repository sumber
belajar dilakukan oleh Balai-balai Tekkom di bawah Dinas Pendidikan untuk
memenuhi kebutuhan sumber belajar yang memuat nilai-nilai local. Beberapa di antaranya adalah program sumber
belajar tentang pertanian oleh Balai Tekkom (BPP) Papua, dan program streaming
radio di Yogyakarta dan Kalimantan Barat. Untuk kepentingan sosialisasi dan
repository, berbagai lomba produksi multimedia dan sumber belajar tingkat
provinsi juga dilakukan.
Walaupun telah tersedia sumber digital yang didistribusikan
secara online maupun offline, namun pemanfaatannya dalam pembelajaran masih
diindikasikan minimal (Pustekkom, 2011). Mengacu pada Hew dan Brush (2007) dan
kondisi infrastruktur Internet di Indonesia, sebagian tantangannya terletak
pada:
·
literasi dan ketrampilan guru dalam
pengintegrasian teknologi dalam pembelajaran, · keterbatasan sumber belajar digital yang sesuai dengan kebutuhan
· keterbatasan akses atau keterbatasan bandwidth Internet karena alasan keterpencilan.
Pengembangan Profesi
Guru
Pengembangan profesi guru untuk meningkatkan ketrampilan
dalam pemanfaatan ICT digalakkan sejak tahun 2008 oleh Ditjen PMPTK. Sampai saat
ini, sebagian besar program-program pengembangan profesi guru masih lebih
banyak difokuskan pada literasi TIK dan pemanfaatan TIK untuk produktivitas
(pemrosesan dokumen, spreadsheet, atau presentasi). Sebagian besar provinsi dan
kabupaten/kota, bahkan beberapa pihak swasta, memberikan pelatihan literasi TIK
segera setelah distribusi piranti keras dilakukan.
Pustekkom, Kemdikbud, memberikan beberapa rangkaian
pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan untuk pemanfaatan TV-E, Radio Edukasi,
dan Jardiknas. Pelatihan ini diberikan dalam pendekatan berlapis (cascade) dengan menciptakan Master
Trainer yang akan melatih guru-guru lain di daerahnya masing-masing. Sampai
saat ini Pustekkom telah melatih lebih dari 11,000 Master Trainer untuk 33
provinsi (Pustekkom, 2008). Secara
parallel, Badan SDM & PMP melalui LPMP juga melakukan pelatihan-pelatihan
literasi TIK untuk guru-guru di MGMP dan KKG.
Namun penerapan pasca latihan masih menjadi tantangan.
Diperlukan program yang lebih intensif seperti pendampingan atau waktu-waktu
untuk belajar mandiri untuk mendorong penerapan berkelanjutan (EDC, 2011;
UNESCO, 2006).Source :